Arab Saudi dan Norwegia, Sama-sama Penghasil Minyak yang Kaya Raya, tapi Jauh Berbeda

Raja Minyak dari Arab

Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al-Saud atau di negara barat dikenal dengan nama pendek Ibnu Saud berhasil menyatukan dataran Najed dan Hejaz kemudian mengumumkan berdirinya monarki absolut pada 1932 dengan nama Kerajaan Saudi Arabia (KSA). Tentu saja dengan dia sendiri sebagai raja pertama di KSA sampai wafatnya di 1953.

Sekitar setahun saja sejak berdirinya KSA, Raja Ibnu Saud memberikan konsesi untuk pengeboran minyak bumi pada September 1933. Hal menarik yang mungkin kita tidak tau adalah: konsesi ini ditandatangani oleh kerajaan dan pihak yang memiliki kemampuan teknis dalam pencarian dan pengeboran minyak, yaitu perusahaan minyak Amerika, Standard Oil Company of California.

Pencarian panjang dan ekstrim di gurun bagian timur wilayah KSA dimulai di akhir 1933 mengerahkan segala sumber daya mulai dari unta, mobil, sampai pesawat terbang. Singkat cerita, KSA berhasil menemukan titik pengeboran dan mulai mengebor pada 1935, dan mulai meng-ekspor minyak mereka pada 1938. Ini didokumentasikan dalam sebuah video yang dirilis perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco pada 1984: Era of Discovery.

Dengan minyak yang melimpah, raja menjadi makmur, kemakmuran juga dirasakan rakyatnya. Yang bisa dirasakan sampai saat ini adalah bahwa pendidikan, buku-buku, dan layanan kesehatan, gratis untuk rakyat KSA, sekaligus tanpa pajak. Raja mendukung rakyat secara finansial yang menyebabkan rakyat mendukung raja secara politik.

________________________________

Kekayaan KSA terus bertambah dan memuncak ketika harga minyak dunia naik pada dekade 2000an, sampai 140 dollar per barel pada Juli 2008. Namun krisis finansial yang terutama melanda negara barat pada 2007-2009 membuat harga minyak juga tidak stabil. Harga minyak turun sampai jadi 40 dollar per barel hanya dalam jangka waktu sekitar enam bulan saja. Setelah itu harga minyak turun naik, bahkan pada 2016 sempat turun drastis lagi sampai kurang dari 40 dollar per barel. Penurunan ini disebabkan oleh oversupply, ketika banyak negara lain juga menghasilkan banyak minyak.

Fluktuasi minyak setelah 2004an. Sumber: Wendover Productions.

Persoalan supply minyak ini juga sudah dibahas oleh perusahaan-perusahaan minyak dunia pada 1970-an, di mana puncak dari kebutuhan minyak atau peak oil (peak oil-setelah peak, kebutuhan minyak akan terus menurun) akan terjadi pada tahun 2000an. Perkiraan dari 1970an ini sepertinya tidak benar-benar terjadi, International Monetary Fund (IMF) dalam sebuah laporannya pada 2020 menyatakan bahwa peak oil akan terjadi pada 2030.

Tapi hal yang cukup menarik adalah laporan perusahaan minyak Belanda, Shell yang menyatakan bahwa sebenarnya peak oil sudah terjadi pada 2019. Dengan pandemi kebutuhan minyak menurun drastis karena orang-orang bisa bekerja dari rumah. Selain itu transisi energi akibat tuntutan krisis iklim juga memicu kebutuhan minyak dunia yang menurun.

Puncak produksi minyak adalah 2018-2019? Sumber : Wendover Productions

Hal menarik lain dari laporan IMF tersebut adalah jika negara-negara Arab penghasil minyak tidak segera menaikkan ekonominya dari sektor non-minyak, simpanan dana mereka yang secara kolektif bernilai 2 Trilyun dollar akan habis pada 2034.

Harga minyak fluktuatif, peak oil yang mungkin sudah terjadi, dan peralihan ke energi yang lebih bersih, membuat KSA menyadari bahwa ekonomi minyak tidak akan selamanya.

Hoki Norwegia Nemu Minyak di Laut

Sementara itu, Norwegia dulunya bukanlah negara yang kaya raya. Sampai sekitar 1960an ekonomi Norwegia masih disokong oleh pendapatan orang-orangnya sebagai nelayan. Jangankan kaya di Eropa, waktu itu Gross Domestic Product atau GDP Norwegia hanyalah sebatas negara berkembang seperti Bangladesh.

Hal ini mulai berubah ketika pemerintah Norwegia menegaskan hak kedaulatan di Laut Utara pada 1963. Pemerintah mengklaim wilayah laut tersebut yang artinya sumber daya apapun yang ditemukan di situ adalah milik mereka. Beruntungnya Norwegia adalah salah satu anggota NATO, sehingga klaim itu tidak menyebabkan orang lain, emmm katakanlah Amerika marah dan melakukan intervensi.

Wilayah laut Norwegia. Sumber: Economics Explained

Beruntungnya lagi, setelah klaim wilayah laut ini, pada 1969 kapal Ocean Viking menemukan minyak di Laut Norwegia. Minyak dalam jumlah yang sangat besar. Sangat besar maksudnya benar-benar sangat banyak, sampai seketika pada 1970an produksi minyak Norwegia adalah 313.000 barel per kapita, hanya satu peringkat di bawah KSA 324.866 barel per kapita. Hal ini menyebabkan GDP Norwegia naik dari 12 milyar dollar di 1970 menjadi lima kali lipat, 65 milyar dollar pada 1980.

Lalu, Apa Beda KSA dengan Norwegia

Mari mulai dengan melihat Norwegia dulu.

Pencarian minyak di Laut Utara Eropa dipicu oleh penemuan gas alam di Groningen, Belanda pada 1959. Sehingga orang-orang di sekitarnya juga berpikir mungkin saja ada gas atau minyak juga di sekitar negaranya. Dan ternyata benar seperti yang ditemukan Norwegia.

Di tahun 1960an Belanda yang setelah menemukan gas alam menjadi kurang cermat. Sehingga ekonomi yang berkembang dari gas alam diikuti dengan penurunan dari sektor manufaktur dan lainnya. Hal ini secara keseluruhan berefek buruk terhadap ekonomi. Untuk lebih jelasnya silahkan baca soal fenomena ini yang dikenal sebagai Dutch disease.

Kemungkinan Pemerintah Norwegia telah belajar dari Belanda dan tidak mau melakukan kesalahan yang sama. Pengelolaan minyak tidak diserahkan begitu saja ke perusahaan besar sehingga uangnya mengalir ke pemilik saham. Tapi Pemerintah Norwegia membuat perusahaan minyak sendiri bernama Statoil yang dianggap ‘dimiliki dan dijalankan oleh publik’. Sehingga sebagian besar keuntungan dari penjualan minyak mengalir langsung ke Pemerintah Norwegia.

Yang lebih bijak lagi adalah, dana besar dari penjualan minyak yang membuat Norwegia kaya ini tidak serta merta membuat pemerintahnya terlena dan membuat kebijakan populis seperti KSA semacam menurunkan pajak, membangun gedung pencakar langit mewah, membuat jalan-jalan lebar dan tol, dan hal lain yang membuat rakyat merasa kaya tapi sebenarnya tidak bisa berkelanjutan. Pajak di Norwegia masih salah satu tertinggi di dunia, kalau sakit-sakit biasa biayanya juga masih harus ditanggung sendiri.

Pemerintah Norwegia menyadari bahwa ekonomi dari minyak tidak akan bisa bertahan selamanya, sehingga mereka menginvestasikan uang dari minyak yang sangat banyak ini dalam bentuk Sovereign Wealth Fund. Pemerintah menginvestasikan dana ini ke perusahaan-perusahaan di luar negeri sehingga membawa profit yang masuk ke negaranya dari luar.

Pada 2017 saja, profit dari investasi uang minyak Norwegia mencapai 131 Milyar dollar. Total simpanan dari investasi uang ini sangat fantastis mencapai 1,2 Trilyun dollar. Nilai ini bahkan menjadi tertinggi di dunia melebihi China yang cuma 941 Milyar dollar padahal penduduk China 270x-nya jumlah penduduk Norwegia. Artinya tiap orang di Norwegia punya simpanan kira-kira 240.000 dollar (sekitar 3,5 Milyar Rp), kalau mereka tidak ngapa-ngapain selama 7 tahun mereka masih bisa hidup dari uang itu, atau kalau nilai segitu di kota kecil di Indonesia seperti Madiun ya punya 3,5M artinya saya tidak akan ngapa-ngapain lagi seumur hidup.

TAPI…

Sekali lagi, mereka tidak ceroboh. Uang itu tidak serta merta bisa diambil oleh rakyatnya. Bahkan menurut undang-undang mereka, uang itu tidak bisa dipakai juga oleh pemerintahnya, sehingga menurunkan kemungkinan uang itu dikorupsi. Hanya profit dari investasi saja yang boleh digunakan. Ingat nilai profit 2017 yang sudah disebutkan di atas. Pemerintah menggunakannya untuk membuat pendidikan gratis, membangun infrastruktur, sistem tenaga kerja yang baik, layanan kesehatan yang bisa gratis kalau sakit parah, dll.

Ini yang membuat orang-orang Norwegia tetap hidup seperti biasa. Dengan beban pajak yang masih sama tingginya. Dengan kesederhanaannya yang masih dibawa sejak GDP setara Bangladesh. Dengan tidak bermewah-mewah dengan naik Ferarri seperti orang Arab (apalagi orang Dubai). Dengan nelayan tetap menjadi nelayan, sehingga Norwegia adalah pengekspor seafood kedua terbesar di dunia, hanya kalah dari China. Indonesia nomer berapa ga tau.

Sehingga ya tetap begini saja jalanan di Norwegia

Orang Norwegia yang sederhana, ke mana-mana masih jalan kaki, naik sepeda, atau trem warna biru langit dan bus merah, meskipun pusing sama pajak dan biaya hidup tinggi tapi lebih tenang hidupnya karena mereka punya dana simpanan yang bahkan sampai bergenerasi berikutnya masih akan ada.

Mereka masih berjuang dan bekerja untuk kehidupannya tapi tidak khawatir dengan pendidikan karena gratis, tidak khawatir jika sakit parah uangnya akan habis karena biaya kesehatan tinggi akan digratiskan oleh pemerintah, atau pusing setelah di-PHK karena akan mendapat bantuan kalau kehilangan pekerjaan.

Dan tentu kalau membahas Norwegia masih kurang kalau belum bahas mobilitas sosial.

Sumber: Where in the world is it easiest to get rich? | Harald Eia | TEDxOslo

Misalnya kita membagi penduduk dengan 5 level kekayaan. Jika sebuah generasi yang paling miskin di Norwegia punya anak, berapa persen yang tetap menjadi miskin? Di skenario yang sempurna tentu dianggapnya 20% yang tetap jadi termiskin. Nyatanya di Norwegia cukup mendekati dengan 28%, hanya kalah dari Denmark yang 25% dan Swedia 26%. Artinya 72% dari orang termiskin di Norwegia bisa naik menjadi orang yang lebih mampu. Sebagai perbandingan lagi, ini yg terjadi di Amerika (show 42%).

Sumber: Where in the world is it easiest to get rich? | Harald Eia | TEDxOslo

Dalam skenario yang lain, berapa persen orang termiskin di Norwegia yang bisa jadi orang terkaya? Tentu skenario sempurnanya adalah 20%. Norwegia punya mobilitas sosial yang bagus, karena dari orang-orang termiskin di negaranya, 12% bisa jadi orang terkaya. Hanya kalah dari Denmark yang 14%. Amerika cuma 8%. Jangan bilang Indonesia di mana, yang kaya makin kaya yang miskin makin menderita.

Mobilitas sosial yang bagus ini juga adalah efek bagusnya pendidikan di sana dan bisa diakses oleh siapapun dengan gratis, karena dibayari oleh profit investasi uang minyak. Pemerintah Norwegia lebih paham apa yang dibutuhkan rakyatnya daripada kesenangan dari kemewahan sesaat.

Sementara itu, beginilah contoh jalanan di Saudi Arabia:

Parkir penuh mobil.

Parkiran penuh mobil ini ada di sekitar depan gedung ikonik di Riyadh yang jadi salah satu simbol kekayaan dan kemewahan Arab Saudi, Kingdom Center.

Glass and metal, luxury and wealth

Atau kalau kita ke pasar, kita bisa lihat juga parkiran penuh mobil-mobil simbol kemajuan dan kemakmuran.

Parkiran Tamimi Market. Belum lagi gedung-gedung berlapis emas.

Di balik kekayaan mereka yang ke mana-mana bisa naik mobil, tidak cukup hidup dengan sederhana seperti yang dikatakan Raja Faisal ketika berhenti men-suplai minyak ke negara barat pada 1973 bahwa mereka tidak tergantung minyak, mereka bisa hidup dengan kurma dan susu. Entah benar apa tidak cerita ini.

Sumber: Twitter

Nyatanya KSA sekarang sedang pusing karena setelah lebih dari 80 tahun menggantungkan ekonomi kepada minyak, mereka tau hal itu tidak bisa selamanya. Sehingga pewaris takhta kerajaan yang resmi nanti (*batuk-batuk ehhhmm) Muhammad bin Salman membuat program untuk menggerakkan ekonomi KSA dari sektor selain minyak. Ini dibuat dalam program besarnya yang dinamai Visi Saudi Arabia 2030 yang dikenalkan ke publik pada 25 April 2016.

Hal yang terlihat dari visi ini adalah untuk pertama kalinya penjualan barang dikenakan pajak 5% pada 2018. Dan untuk lebih menggerakkan ekonomi, wanita diperbolehkan punya SIM dan mengemudi kendaraan sejak dekri kerajaan pada September 2017. Wanita Arab juga diperbolehkan hidup mandiri dan bepergian tanpa pendampingan.

Tapi KSA sepertinya kurang beruntung karena misalnya pengembangan sektor pariwisata sudah keduluan sama Uni Emirat Arab dengan Dubai yang terkenal pariwisata dan teknologinya. Uni Emirat Arab juga lebih dulu punya lintasan untuk balapan. Biar tidak terlalu banyak membahas Visi Saudi 2030, saya beri contoh data juga:

Pertumbuhan target Visi Saudi 2030 pada 2021. Sumber: Wendover Productions

Sektor swasta yang pada 2016 adalah 40% ditargetkan naik jadi 60% pada 2030, pada 2021 menjadi 42,7%. Ekspor non-minyak naik dari 16% di 2016 jadi 22,4% di 2021. Tapi kedua pertumbuhan ini masih jauh dari yang ditargetkan. Angka pengangguran di KSA malah naik dari 11,6% di 2016 jadi 11,7% di 2021 padahal target 2030 adalah 7%. Yang malah merosot lagi adalah investasi dari luar negeri dari 3,8 di 2016 jadi hanya 0,57% di 2021. Jadi saya hanya bisa bilang Good Luck KSA!

Pelajaran

Pelajaran yang secara pribadi saya ambil adalah, ketika menerima sesuatu apalagi jumlah besar, rasa syukur bisa juga diekspresikan dengan diam sejenak dan berpikir, tindakan apa yang bisa membuat kemakmuran jangka panjang. Mungkin banyak yang dengar berita tuan tanah di Tuban yang tanahnya dibeli mahal kemudian borong mobil mewah, habis itu pusing uang ludes.

Saya juga jadi tau kalau ekonomi minyak tidak akan selamanya. Mungkin saja ketika peak oil benar-benar terjadi, harga minyak global akan benar-benar kacau fluktuatif dan mungkin saja pemerintah kita tidak sanggup lagi memikirkan subsidi sehingga harga BBM akan melambung. Dan ternyata terjadi sekarang Pertamax naik drastis jadi 12.500 atau lebih, sedang Pertalite yang disubsidi jadi langka. Perkiraan saya harganya akan lebih gila lagi nanti 2030, hanya beberapa tahun saja dari sekarang.

Secara pribadi saya berusaha tidak menggantungkan mobilitas berbasis minyak, dengan tinggal dekat dengan pekerjaan jadi bisa naik sepeda. Sehingga kalau nanti BBM melambung saya masih bisa hahahihi.

Saya juga berpikir untuk tidak punya mobil, selain karena tidak punya uang sekarang, rasanya beli mobil di tengah krisis minyak yang akan peak ini adalah investasi bodong. Ya nanti akan pusing karena BBM mahal, belum lagi urusan maintenance.

Kalau secara kolektif, saya ga paham lagi dengan orang yang bangga kota kecilnya macet. Yang menganggap dengan macet artinya kotanya sedang bertumbuh ekonominya, padahal ya kan macet itu sendiri juga ada hitungan kerugiannya, seperti BBM terbuang, waktu terbuang, polusi, dll. Masa sih sama sekali ga bisa lihat gambaran yang lebih luas?!

¯\(ツ)/¯

Belum lagi yang berdasarkan studi seperti ini:

Sumber: Twitter @copenhenken

Yang terlihat mewah-mewahan sekarang (termasuk kemacetan yang dibanggakan, banyak mobil mewah di jalanan), bukanlah kemajuan yang sebenarnya. Karena nyatanya Arab Saudi tertipu dan sekarang panik. Norwegia berhasil dengan terlihat sederhana tapi mobilitas sosialnya salah satu terbaik dan hidupnya tenang sampai bergenarasi yang akan datang.

Wikipedia: King of Saudi Arabia https://en.wikipedia.org/wiki/King_of_Saudi_Arabia

Saudi Arabia Embassy: Free Education, Books, and Health Services in Saudi Arabia https://www.saudiembassy.net/education

Wendover Productions: Saudi Arabia’s Oil Problems https://www.youtube.com/watch?v=V16GdzRvhRU

Wikipedia: Dutch Disease https://en.wikipedia.org/wiki/Dutch_disease

Economics Explained: Norway: Is It The Perfect Economy? https://www.youtube.com/watch?v=hKGwGAHznFQ

Dawn: Saudi Allows Woman Live Independently https://www.dawn.com/news/1628787

Tedx Talk Oslo: https://www.youtube.com/watch?v=A9UmdY0E8hU

One thought on “Arab Saudi dan Norwegia, Sama-sama Penghasil Minyak yang Kaya Raya, tapi Jauh Berbeda

  1. Superb. Apik tenan tulisane mas Toni. Pengen tak lanjutkan suatu saat ngopi di madiun atau di magetan.

Leave a comment